Sebagai pelaku kehidupan yang penuh kesibukan, banyak orang menghibur diri dengan memaknai masa darurat pandemi sebagai waktu untuk mengambil jeda, atau rehat. Wajar saja saat mengambil pelajaran dari peristiwa ini banyak orang memilih berpendapat mengenai keberhasilan dalam menemukan makna kehadiran keluarga, makna saling berbagi, sampai mencari-cari kesyukuran dari hal-hal kecil.

Bicara soal politik, kita tentu udah sama-sama tau kalo citra politik Indonesia hampir gak ada sisi positifnya. Politik di bangsa ini sering kali pencerminan mengenai uang, kecurangan, sampe keegoisan diri untuk memenuhi keinginan pribadi. Jadi, wajar saja kalau hal itu berdampak pada lahirnya sikap apatis terhadap politik.

Keluarga itu cerminan rumah. Satu (satu-satunya) tempat untuk pulang. Wadah untuk mengolah rasa. Sayangnya, begitu sulit untuk tiba pada rasa ny(aman)nya keluarga.

Bumi sudah memberikan begitu banyak kebaikan untuk kehidupan kita. Sudah seharusnya pula, manusia sebagai mahkluk yang punya akal bisa memberikan timbal balik kebaikan untuk Bumi. Surat untuk Ibu Bumi ini adalah cerita mengenai hal-hal kecil yang kuusahakan untuk berbakti pada Ibu Bumi, dan sebagai wujud dari kelestarian lingkungan. Tentu, semua dimulai dari diri sendiri.

Sejauh ini banyak yang bilang ambivert bisa berubah menyesuaikan diri sebagai introvert dan extrovert. Menurutku, ambivert tidak sesederhana itu.

Pada episode perdana ini, bercerita seputar kelahiran dan alasan dibuatnya Ruang Renjana. Salam Kenal ya!